Jembatan Merah Putih


Jembatan Merah Putih adalah Jembatan kabel pancang yang terletak di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Indonesia. Jembatan ini membentangi Teluk Dalam Pulau Ambon, yang menghubungkan Desa Rumah Tiga di Kecamatan Teluk Ambon pada sisi utara, dan Desa Hative Kecil di Kecamatan Sirimau pada sisi selatan. Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia Timur, menjadi bagian dari keseluruhan tata ruang Kota Ambon, dan menjadi ikon kota Ambon.
Dibangun pada 17 Juli 2011, Jembatan Merah Putih menelan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 779,2 miliar. Jembatan ini diresmikan oleh Presiden RI, Joko Widodo pada 4 April 2016.
Pembangunan Jembatan Merah Putih ini mempercepat waktu tempuh perjalanan antara Bandara Pattimura di Jazirah Leihitu, Maluku Tengah di utara, dan pusat Kota Ambon di Jazirah Leitimur di selatan. Sebelum ada Jembatan Merah Putih, jarak Bandara Internasional Pattimura ke Kota Ambon yang berkisar 35 kilometer harus ditempuh selama 60 menit dengan memutari Teluk Ambon. Alternatif lain adalah dengan menggunakan kapal penyeberangan antara Desa Rumah Tiga dan Galala dengan waktu tempuh sekitar 20 menit, belum termasuk waktu antre.

Adat Istiadat


 Ambon, sebagai ibu kota Provinsi Maluku di Indonesia, memiliki beragam adat istiadat yang mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi masyarakat setempat. Berikut beberapa adat istiadat yang terkenal di Ambon:

1. Pela Gandong: Ini adalah ikatan persaudaraan antara desa-desa yang ada di Maluku, termasuk Ambon. Pela adalah perjanjian yang mengikat desa-desa untuk saling membantu dalam berbagai hal, baik dalam keadaan damai maupun konflik. Gandong adalah istilah untuk saudara atau persaudaraan, menggambarkan hubungan yang sangat erat antara desa-desa tersebut.

2. Bela Tombak: Tradisi ini melibatkan adu tombak antar kelompok sebagai bentuk latihan perang dan penguatan fisik. Biasanya, acara ini diselenggarakan dalam upacara adat atau perayaan tertentu.

3. Cakalele: Tarian perang tradisional yang sering dipertunjukkan dalam upacara adat dan acara-acara besar di Ambon. Penari biasanya mengenakan pakaian tradisional berwarna merah dan putih, serta membawa parang dan salawaku (perisai).

4. Makan Patita: Tradisi makan bersama yang melibatkan seluruh anggota masyarakat. Biasanya dilakukan dalam rangka merayakan suatu peristiwa atau sebagai bentuk kebersamaan dan gotong royong.

5. Upacara Adat Pernikahan: Prosesi pernikahan adat di Ambon sangat kaya dengan simbolisme dan ritual. Mulai dari lamaran, persiapan upacara, hingga resepsi, semuanya dilakukan dengan mengikuti tata cara yang telah diwariskan turun-temurun.

6. Pesta Rakyat: Berbagai pesta rakyat, seperti pesta panen, juga menjadi bagian dari adat istiadat Ambon. Acara ini biasanya melibatkan seluruh masyarakat desa dan diisi dengan berbagai kegiatan tradisional, termasuk tarian, musik, dan makanan khas.

7. Musik Tradisional: Musik bambu dan tahuri (alat musik tiup dari kerang) adalah bagian penting dari tradisi musik di Ambon. Musik ini sering dimainkan dalam berbagai upacara adat dan acara kebudayaan.

8. Sasi: Sebuah tradisi yang melarang pengambilan sumber daya alam tertentu (seperti ikan atau tanaman) dalam periode waktu tertentu untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Adat istiadat ini mencerminkan nilai-nilai seperti persaudaraan, gotong royong, penghormatan terhadap leluhur, dan kecintaan terhadap alam. Mereka merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat Ambon dan menjadikan kota ini kaya akan warisan budaya yang unik.

Alat Musik Tradisional


 Kota Ambon dan wilayah Maluku secara umum memiliki berbagai alat musik tradisional yang memainkan peran penting dalam budaya dan kehidupan masyarakat. Berikut adalah beberapa alat musik tradisional yang populer di Ambon:

1. Totobuang:

   - Totobuang adalah alat musik perkusi yang terdiri dari beberapa gong kecil yang disusun di atas bingkai kayu. Totobuang dimainkan dengan cara dipukul menggunakan pemukul khusus dan sering digunakan dalam ensambel musik tradisional Maluku.

2. Gong:

   - Gong adalah alat musik logam berbentuk bundar besar yang dipukul untuk menghasilkan bunyi resonan yang dalam. Gong sering digunakan dalam berbagai upacara adat dan acara penting lainnya.

3. Rumba:

   - Rumba adalah alat musik perkusi kecil yang biasanya terbuat dari kelapa atau kayu dengan butiran di dalamnya, sehingga menghasilkan bunyi gemerincing saat digoyangkan. Rumba sering digunakan untuk mengiringi tarian dan musik tradisional.

4. Ukulele Maluku:

   - Ukulele merupakan alat musik petik yang mirip dengan gitar namun berukuran lebih kecil. Ukulele sangat populer di Maluku, dan meskipun bukan asli daerah, telah diadopsi dan dimodifikasi menjadi bagian penting dari musik rakyat Maluku.

5. Bambu Hitada:

   - Bambu hitada adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Alat ini menghasilkan bunyi dengan meniup bagian tertentu dari bambu yang memiliki lubang-lubang penghasil nada. Biasanya dimainkan dalam ensambel musik tradisional.

6. Fu:

   - Fu adalah alat musik tiup yang terbuat dari kulit kerang. Alat ini menghasilkan bunyi khas yang sering digunakan dalam upacara adat dan sebagai alat komunikasi tradisional.

7. Suling Bambu:

   - Suling bambu adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu dengan beberapa lubang nada. Suling ini digunakan untuk memainkan melodi dalam musik tradisional Maluku.

Alat musik tradisional ini tidak hanya digunakan untuk hiburan, tetapi juga memainkan peran penting dalam upacara adat, tarian, dan berbagai kegiatan budaya masyarakat Ambon. Setiap alat musik memiliki keunikan dan nilai budaya tersendiri yang memperkaya warisan seni musik di Maluku.

Pakaian Adat

Pakaian Adat Maluku:

1. Baju Cele

Pertama ada baju cele yang menjadi salah satu pakaian adat asal Maluku. Pakaian adat ini banyak didasarkan dari adat Ambon.

Baju cele ini biasanya dipakai dalam upacara-upacara adat di Maluku, seperti acara pelantikan raja, acara cuci negeri, acara pesta negeri, acara panas pela dan lain-lain.

Baju cele adalah kain kebaya yang dikombinasikan dengan kain salele di pinggang. Motif baju cele bisa berupa garis-garis geometris atau berkotak-kotak kecil. Umumnya busana ini memiliki corak warna merah yang dengan nilai kecerian, berani, dan cekatan.

Baju cele biasa dikombinasi dengan kain yang pelekat yang disalele atau disarung dari luar dilapisi hingga batas lutut, dengan lenso (sapu tangan yang diletakan di pundak), dan biasa dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai selop.

Berdasarkan jurnal berjudul "Busana Tradisional Daerah Maluku Dan Masa Depannya" oleh Marthen M. Pattipeilohy, setiap pemakaian baju cele memiliki penyebutan yang berbeda-beda, tergantung dari status wanita yang memakainya.

Misalnya, apabila yang memakainya adalah para jujaro (gadis), maka diberi istilah nona baju cele kaeng/kain salele. Kalau seorang ibu (sudah kawin), maka penyebuatan adalah nyora baju cele kain salele.

Pemakaian baju ada untuk wanita sendiri biasanya ditambah dengan sanggul atau konde. Konde yang dipakai yakni konde bulan beserta tusukan konde (haspel) yang terbuat dari emas atau perak yang terkesan mewah.

2. Kebaya Dansa

Pakaian adat kebaya dansa biasanya dipakai pada waktu pesta rakyat oleh lelaki, sedangkan wanita memakai pakaian rok. Bentuknya seperti kemeja leher bundar yang tidak memakai kancing.

Baju motif cele leher bundar terbelah pada leher, di bagian tangan kancing dari baju tersebut alam ditutup dengan band tangan variasi manik-manik warna emas.

Pada bagian kiri pakaian tersebut akan disisipkan lenso pinggang yang terbuat dari sisa kain jenis brokar tadi dan divariasi dengan renda sedang (lenso), untuk bagian tangan terbuat dari kain putih yang dibordir. Jenis kain boleh polos tapi boleh juga jenis kembang kecil.

3. Busana Mustiza

Pakaian adat pengantin ini merupakan hasil akulturasi budaya orang Ambon dan Portugis. Pencampuran pakaian adat tersebut diberi nama oleh orang-orang Portugis dengan nama Mustiza/Mestiezen.

Begitu pula dengan pakaian pengantin nona canela yang diberi nama baju mustiza, baju pono atau baju basumpa. Bentuk Mistiza seperti huruf U dengan panjang sekitar 60 cm, dipakai dari depan ke belakang, berwarna merah diberi manik-manik dan diberi renda emas.

Biasanya, dua hari sebelum perkawinan ada prosesi antar pakaian kawin yang disebut Masuk Minta Nona. Baju pengantin ini berwarna putih, berlengan panjang dari kain brokat dengan variasi motif renda kecil.

Seorang jujaro (anak gadis) yang ditemani oleh mata ina (seorang ibu) dari pihak lelaki, akan mengantarkan baju mustiza atau baju basumpa, yang akan dibalas oleh keluarga perempuan dengan mengantarkan seperangkat pakaian kawin, berupa celana panjang dan baniang untuk calon mempelai lelaki.

Makanan Tradisional

 Ambon memiliki beragam makanan tradisional yang mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal. Berikut adalah beberapa makanan tradisional yang populer di Ambon:

1. Papeda:

   - Papeda adalah makanan pokok masyarakat Maluku yang terbuat dari sagu. Teksturnya kenyal dan biasanya disajikan dengan kuah kuning ikan yang gurih dan pedas. Ikan yang digunakan biasanya ikan tongkol atau mubara.

2. Ikan Kuah Kuning:

   - Ini adalah hidangan ikan dengan kuah berwarna kuning yang kaya rempah. Bumbu utama yang digunakan adalah kunyit, serai, daun jeruk, dan kemiri, yang memberikan rasa gurih dan aroma harum.

3. Sagu Lempeng:

   - Sagu lempeng adalah sejenis roti atau kue yang dibuat dari sagu. Bentuknya pipih dan keras, biasanya dimakan bersama dengan teh atau kopi.

4. Kohu-Kohu:

   - Hidangan ini mirip dengan urap di Jawa. Kohu-kohu terdiri dari sayuran segar seperti kacang panjang, tauge, dan daun singkong yang dicampur dengan kelapa parut yang sudah dibumbui.

Makanan-makanan ini mencerminkan kekayaan alam dan tradisi kuliner yang ada di Ambon, dengan penggunaan bahan-bahan lokal seperti sagu, ikan, dan rempah-rempah yang melimpah di wilayah tersebut.

Sejarah Kota Ambon

  Sejarah Kota Ambon, sebagai sebuah kota yang menjadi ibu kota Provinsi Maluku, Indonesia, berkelangsungan selama lima abad. Pada mulanya, pulau Ambon didiami oleh suku Ambon yang berasal dari pulau Seram di sisi utara Ambon. Cikal bakal Kota Ambon mulai ada setelah datangnya para penjelajah Portugis ke Maluku pada 1513 M. Setelah itu, muncullah berbagai perkampungan yang terus menerus berkembang hingga menjadi Kota Ambon seperti sekarang.

  Kota ini diincar oleh bangsa Eropa karena andalan ekonominya yang berupa perdagangan rempah-rempah. Dengan demikian, terjadi berbagai pengalihan kekuasaan, mulai dari Portugis, Belanda, dan Britania Raya. Kota ini dijadikan kota pada tahun 1926 dengan dibentuknya Jabatan Wali Kota Ambon setelah sebelumnya langsung dibawahi oleh pemerintahan Gubernur Jenderal. Sejak itu, kota ini berkembang pesat hingga menjadi salah satu kota terbesar dan termaju di Indonesia Timur seperti saat ini. Kota ini pun menikmati pertumbuhan ekonomi pesat setelah memiliki pemerintahan kotanya sendiri.

  Asal-usul dari istilah Ambon tidak mudah ditentukan. Menurut keterangan yang diberikan penduduk setempat, istilah tersebut berasal dari kata ombong yang merupakan bentukan lokal dari kata embun. Puncak-puncak gunung di Pulau Ambon memang sering tertutupi oleh embun yang tebal. Istilah Laha pun pernah dipakai untuk menamai Benteng Nossa Senhora de Anunciada yang menjadi cikal bakal kota. Dalam bahasa setempat, laha diartikan sebagai pelabuhan.

  Meskipun kini istilah Ambon mengacu pada kota Ambon, pulau Ambon, maupun suku Ambon, dalam perkembangan sejarah (terutama pada abad ke-20), istilah Ambon mengacu kepada penduduk Maluku Tengah. Frasa orang Ambon (Ambonezen) sendiri pun mengacu kepada para penduduk di Maluku Tengah, meskipun pada awalnya hanya digunakan untuk penduduk kota Ambon yang memiliki budaya mestizo.




Kota Ambon

 Peta Kota Ambon

        Kota Ambon adalah sebuah kota sekaligus menjadi ibu kota provinsi di provinsi Maluku, Indonesia. Kota ini juga merupakan kota terbesar di provinsi Maluku. Pada akhir 2023, jumlah penduduk kota Ambon sebanyak 355.365 jiwa.


       

Jembatan Merah Putih

Jembatan Merah Putih adalah Jembatan kabel pancang yang terletak di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Indonesia. Jembatan ini membentangi Teluk D...